Dompet Kecil Lusuh Berwarna Merah
entah apa yang ada di benaknya itu. Pria bertubuh kurus kumal tetap berdiri kokoh di antara tumpukan sampah yang menggunung. Hujan rintik-rintik membuat para pengais sampah lainnya lari tunggang langgang menyelamatkan diri dari basah. Adalah pak Hendra, pria paruh baya beranak lima sedang mengorek-ngorek tumpukan sampah. Lamunannya dibuyarkan oleh bau busuk sampah yang menyengat. Kembali tangan dekilnya yang kumal melanjutkan pencarian. Berharap ada barang yang bisa dijual untuk dijadikan rupiah. Setidaknya ada baju-baju bekas yang bisa dibawa pulang.
“Pak cari uang yang halal ya.” pesan istri selalu terngiang. Teringat akan tunggakan kontrakan rumah yang belum dibayar. Tangannya tersangkut pada sebuah dompet kecil lusuh berwarna merah. Dengan sigap pak Hendra mengambil dompet itu lalu membukanya.Gelang emas sebesar telunjuk memenuhi isi dompet. Bukan main senangnya hati pak Hendra. Sambil menimbang-nimbang emas di tangan, lumayan untuk dijual. Saya bisa membayar uang kontakan yang sudah 3 bulan menunggak, membeli kebutuhan sekolah untuk anak nomor 1 dan 2. Bahkan bisa untuk makan seminggu lamanya. Pikirannya menerawang.
Pak Hendra menghentikan pencariannya. Bergegas pergi ke toko emas menjual emas yang dikantonginya. Di tengah perjalanan, pak Hendra tiba-tiba pusing. Matanya berkunang-kunang. Teringat belum ada makanan yang masuk ke mulutnya sejak tadi pagi. Ia terduduk lemah pada batang pohon beringin yang ada di pinggir jalan. Bibirnya pucat pasi. Sambil menahan perihnya perut yang belum terisi. Sesekali tangannya merogoh kantong yang ada di saku celananya. Memastikan jika dompet itu masih ada. Tiba-tiba terasa gelap. Telinganya hanya mampu menangkap suara yang tidak asing baginya. Mas, bangun mas. Hari sudah jam sembilan. Sambil menguncang-nguncang tubuhnya.
Gabung dalam percakapan