Maafkan Anakmu Ibu Bagian Ketiga
“kak, aku di bawah lo.” Begitu bunyi pesan dari Ridho. Hampir saja aku lupa, jika maghrib ini ada janji buat nemani ia di kamar.
Aku segera ijin ke Ibu dan berlalu menyusuri pematang dengan bermodal senter gawai. Ku lihat Ridho menungguku di motor matiknya. Menggunakan hoddie yang menutupi kepala serta masker wajah menoleh padaku.
Mungkin dia tersenyum karena ku lihat matanya yang sipit mengernyit menatapku. Aku tidak bisa melihatnya tersenyum karena masker merah menutupi mulut dan hidungnya yang mancung mungil itu.
Dia bergeser ke belakang dan memberikan stang motor padaku dan tertawa. Ku tonjok pipinya dan malah membuatnya makin tertawa lebar saat ku duduk di depannya. Dilingkarkan kedua tangannya ke perutku dan masih tertawa lepas di telingaku.
“Dasar bocah,” makiku padanya. Makianku percuma dan malah membuat ia tertawa keras sepanjang jalan. Padahal rumahnya dan gubukku cuma berjarak sekitar tiga ratus meteran saja.
Sesampai di rumahnya, ku lihat pak Andi dan istri lagi duduk rebahan di depan TV. Aku langsung menyalami mereka. Kemudian mengucapkan terima kasih atas listrik yang beliau pasangkan.
“Pasti mau bilang akan dibayar?” tanya Ibu Ani tersenyum dan langsung memotong pembicaraan ku dengan pak Andi.
“Gak usah diganti nak Defan, anggap aja itu zakat Ibu dan Bapak,” sambung bu Ani. Meski ku yakin, itu asli hanya pemberian semata. Karena ku tahu bu Ani adalah ASN yang zakatnya langsung dipotong dari gaji.
Ku menoleh ke pak Andi, beliau tersenyum dan mengangguk kecil. Mataku sedikit berlinang, tak bisa berkata-kata.
“Udah, sana gih ke kamar. Bapak mau nonton dulu nih sama ibu.” Pak Andi mengusirku dengan tangannya ke arah kamar Ridho. Aku beranjak.
***
Ku lihat Ridho sudah dengan kostumnya. Boxer dan singlet yang sudah tak jelas letaknya. Mantengin komputer dengan headphone gede biru muda menutup telinganya dan sepertinya tidak tahu aku masuk. Begitulah anak manja berkulit putih langsat bening seperti cewek ini. Maklum gak pernah kena matahari.
Seperti biasa, mantengin ia maen dan aku pun sibuk dengan gawaiku. Begitulah setiap hari. Lucu memang si Ridho, ngapain coba ngajakin aku jika akhirnya dibiarkan sendiri tiduran dan bahkan sampai tertidur beneran.
Begitulah keseharian dengan anak manja yang satu ini. Sesekali ngajak keluar jika ia memang berada dalam kondisi super badmood. Ngajak motoran mutarin alun-alun, teriak dan kariang-riangan di atas motor. Ah dasar bocah.
Ridho sibuk dengan gimnya di dekstop. Akupun sibuk dengan gawaiku, niat juga main game tapi apa daya smartphone yang aku punya memiliki spesifikasi yang sangat rendah. Hanya bisa chattingan via whatsapp. Itupun kadang stuck sendirinya.
Meski sebenarnya Ridho justru ngasih gawainya ke aku buat dimainin dan ngajak mabar. Ya dasar aku yang gak terlalu suka game. Smartphonenya yang cukup canggih menurutku sangat smooth jika dimainkan.
Aku beberapa kali ikut mabar dengannya. Namun selalu kalah, karena memang tidak terlalu terbiasa. Aku juga tidak terlalu serius untuk main gim. Kadang Ridho malah tertawa puas jika melihatku selalu kalah di gim.
Dia memandang padaku yang menghempaskan diri di sofa. Ia menoleh padaku dan tersenyum. Namun, malah kembali sibuk dengan gim battle groundnya.
Ku hampiri dan langsung meneguk segelas susu di meja gimnya. Masih hangat dan Ia langsung teriak.
“Woi bikin sendiri sana!” teriaknya. Mau narik gelas susunya tapi gak bisa karena gimnya sedang war. Aku tertawa puas. Wajahnya cemberut melihat susunya hanya tinggal sepertiga.
Bersambung…
Gabung dalam percakapan