Kevin - Cerita Pendek Remaja

Kevin Cerita Pendek

L
angit biru berkawan matahari memancarkan kilauan cahaya yang bersembunyi dibalik awan. Ribuan derap langkah kaki diiringi suaranya cukup sibuk pagi itu. Berseliweran memasuki gerbang besi, saling berpacu agar tak terlambat memasuki kelas.

Liburan semester genap tahun pelajaran 2018/2019 telah usai. Saatnya siswa-siswi kelas VII SMP Bina Bangsa memasuki kelas menengah petama. Bergabung dengan teman baru, lingkungan yang baru dan bahkan guru yang baru. Mereka beradaptasi dan menyesuaikan diri dilingkungan yang baru.

Tak terkecuali siswa yang melanjutkan ke kelas yang lebih tinggi. Kelas VII naik ke kelas VIII dan begitu juga kelas VIII ke kelas IX. Sebagai guru yang mengabdi memasuki tahun kesepuluh ini telah banyak bergelut dengan siswa yang  ribuan banyaknya. Begitupun menghadapi karakter mereka yang bermacam-macam pula.

Bel panjang tanda berkumpul sudah dibunyikan, itu artinya Senin pagi yang cerah ini akan diadakan upacara bendera pada pertemuan pertama. Pelaksana upacara kali ini anggota OSIS. Mereka mengambil alih menjadi pelaksana pada hari ini. Berbagai persiapan sudah dilakukan bahkan sebelum upacara dimulai dilakukan dulu gladi bersih.

“Upacara bendera, Senin 15 Juli 2018 dimulai.”

Suara lantang itu jelas terdengar dari pembawa acara. Semua pelaksana dan peserta upacara siap. Aku bertugas sebagai guru piket yang siap memantau siswa yang datang terlambat. Tiba-tiba ada seorang siswa laki-laki masuk melawati pintu gerbang dengan sedikit berlari dan tergesa-gesa.

“Tolong masukan bajunya ke dalam, pakai dasi dan topimu,” perintahku pada siswa tersebut.
 Siswa tinggi jangkung itu tak dapat berkutik dan hanya melaksanakan perintahku saja. Setelah rapi, ku perintahkan dia untuk berbaris dibarisan siswa terlambat.

“Upacara selesai, barisan diistirahatkan,”
Itulah penutup susunan upacara bendera yang diucapkan oleh pembawa acara. Secara tertib siswa dibubarkan.

Segala keperluan mengajar sudah kupersiapkan. Bel tanda masuk sudah dibunyikan. Pertemuan pertama pada tahun pelajaran 2018/2019 segera dimulai. Pertemuan pertama ini adalah jadwalnya wali kelas. Kelas IX.4. namaku tertulis jelas pada jadwal pelajaran.

Kuayunkan langkah menuju kelas yang terletak di sebelah kiri dari kantor. Tepatnya kelas yang berada di sebelah kanan pintu gerbang. Kelas yang letaknya stategis berada digarda terdepan dan kelas yang bisa setiap kali permisi untuk belanja ke koperasi.

 “Assalamualaikum,” sambil melontarkan senyuman.
“Waalaikumsalam,” dibalas oleh siswa yang berada di kelas tersebut.

Sepasang mata dari 30 siswa di kelas itu tengah memperhatikan guru yang berada di depan matanya tersebut.

“Silakan disiapkan dan berdoa,” perintahku pada salah seorang siswa yang berada tepat di depanku.

Setelah selesai berdoa, tiba-tiba sepasang langkah kaki tengah berlari terdengar di luar sana. Masuk menyelonong dan tanpa permisi.

“Kamu dari mana dan kenapa masuk terlambat,” tanyaku pada siswa laki-laki berkulit sawo matang yang duduk dibangku belakang sambil mendekatinya.

“Saya makan dikantin dulu Buk,” jawabnya sambil garuk-garuk kepala.
“Tidak terdengarkah bunyi bel masuk?” tanyaku yang kedua.
“Dengar Buk, tapi karena perut saya lapar, ya saya teruskan saja makannya,” jawabnya tanpa rasa bersalah.
“Besok jangan diulangi lagi ya. Kamu boleh makan, tapi izin dulu sama ibu,” memberikannya nasihat.

“Dan jangan lupa ucapkan salam jika masuk ke kelas,” tambahku.

“Iya Bu,” jawab siswa itu.

Setelah mencek kehadiran siswa ternyata anak yang datang terlambat tadi bernama Kevin. Teman-temannya bercerita kepadaku jika Kevin sering datang terlambat dan suka membuat onar di kelas. 

Minggu pertama awal masuk sekolah telah usai. Sekarang giliran minggu kedua menempati posisi di bulan Juli. Kuperhatikan Kevin masih saja terlambat. Ini kali ketiganya ia datang terlambat. Kupanggil dia untuk menemuiku pada jam istirahat pertama nanti.

“Kevin tahu mengapa ibu panggil?” kubuka pembicaraan.
“Tahu Bu, karena terlambat,” jawabnya pelan.
“Kenapa Kevin selalu terlambat datang ke sekolah?” pertanyaan keduaku.
“Saya membantu orangtua saya berjualan sate hingga malam Bu. Jam 22.00 baru pulang ke rumah. Bangun kesiangan dan terlambat ke sekolah Bu,” jelas Kevin.
”Apakah orangtua Kevin tahu, kalau Kevin sering terlambat ke sekolah?”
“Tahu Bu.”

“Mulai besok, Kevin jangan terlambat lagi. Kalau bisa sehabis membantu bapak berjualan langsung tidur dan jangan begadang ya,” memberinya nasihat.

“Iya Bu. Berpamitan dan masuk ke kelas untuk melanjutkan pelajaran.

***

Hari demi hari kuperhatikan Kevin tidak terlambat lagi.
“Alhamdulillah Kevin  mendengarkan nasihatku,” sambil berbisik dalam hati.

Belakangan ini, Kevin masih saja terlambat datang ke sekolah. Pengaduan-pengaduan dari rekan sejawatpun menjadi gaduh. Sering cabut, tidak membuat tugas, dan tidak menghargai guru. Selama belajar denganku anak ini tidak ada masalah, tapi kenapa dengan guru lain dia berbuat demikian?

Mendengar cerita dari teman-temannya itu, terlintas dibenakku bahwa anak ini butuh penanganan khusus. Melalui bantuan guru BK aku serahkan masalah anak ini supaya bisa cepat diatasi.

Aku juga menggali informasi dari rekan sejawat tentang silsilah keluarganya. Ia ingin seperti anak-anak lain yang bisa bermain menghabiskan waktu remajanya. Sementara Kevin sepulang sekolah harus membantu ayahnya berjualan hingga tengah malam. Keadaan inilah yang membuat Kevin terkadang melawan kepada orang yang lebih tua.

***

Keesokan harinya, Kevin dipanggil oleh guru BK. Bicara empat mata bersamanya. Aku meminta bantuan kepada guru BK untuk menangani kasus ini. 

Entah apa yang ada dibenak anak berumur 15 tahun ini. Datang ke sekolah hanya untuk membuat onar.  Merobekkan semua atribut yang di pajang di dinding kelas dan kemudian kabur melarikan diri. Dan ia akan membakar kelas ini, jika ada yang memberitahukan kepada guru.

Allisya, si ketua kelas yang bijak secara sembunyi-sembunyi datang ke kantor memberi tahuku kejadian tadi. Mendengar cerita Allisya, aku langsung menemui waka kesiswaan. Orang tua Kevin dipanggil ke sekolah untuk melaporkan perbuatan pada orang tuanya.

Di dalam ruangan BK, orang tua Kevin bercerita berurai air mata bahwa mereka kewalahan menghadapi sikap Kevin belakangan ini. Tak tahu lagi bagaimana caranya agar dia jera. Melalui proses cerita yang panjang, maka didapatkan solusi bahwa Kevin, diberi skor tidak boleh masuk sekolah selama 3 hari. Ia diserahkan kepada orang tuanya. Ini bertujuan agar ia berpikir mau melanjutkan sekolah atau tidak dan menandatangani perjanjian yang telah disepakati.

Tiga hari berlalu, orang tua Kevin datang ke sekolah mengantarkan anaknya. Sesuai perjanjian bahwa ia ingin bersekolah kembali dan mematuhi segala peraturan dan perjanjian yang telah dibuat. Jika Kevin melanggar, ia akan di keluarkan dari sekolah.

“Maafkan Kevin bu,” sambil menyodorkan tangannya.
“Jangan diulangi lagi ya nak,” mengusap pundaknya.
“Jika Kevin mau jadi anak yang baik, ubahlah sikap buruk itu ya!” sambil menasihatinya.

Kevin menunjukkan sikapnya untuk serius berubah. Perlahan namun pasti. Tidak terlambat lagi datang ke sekolah, sudah mau mengerjakan tugas, dan hormat pada guru. Semoga ia bisa membanggakan orang tuanya kelak. Doaku mengakhiri.

Guntal adalah portal media online yang terinspirasi dari pesona dan keelokan gunung Talang. Menyajikan informasi terbaik dengan gaya terbaik.